Ikan Asin dan Setabur Kopi

Daripada bengong badan kaku mata melotot tatapan kosong seperti ikan asin, mending kita ngobrol santai sambil minum kopi.

Sebelumnya saya mau tanya. Ada yang tahu hubungan antara ikan asin dengan kopi? Halah gak usah dijawab, monggo silakan diseruput dulu kopinya.

Ngomong-ngomong soal ikan asin, saya yakin semua pasti sudah pernah mencicipi. Bahkan mungkin ada yang terbilang doyan sama ikan asin.

Jaman masih ngekost di Kota Parepare, sekitar 150 km ke arah Utara Makassar, mie instant dan ikan asin adalah hidangan favorite buat saya. Selain karena alasan harga yang murah meriah, kedua jenis makanan ini juga bisa tahan lama.

Saya ingat waktu itu saya punya seorang teman akrab, sebut saja namanya Kahar. Setiap musim libur Kahar selalu membawa oleh-oleh ikan asin dari kampungnya. Jumlahnya gak tanggung-tanggung, kadang 5 kg kadang pula sampai 1 sak (karung kecil). Sementara saya biasanya ditugasi membawa beras yang pulen. Ada satu lagi teman saya yang tugasnya membawa sayuran dan buah-buahan. Namun karena sayur dan buah segar tidak bisa disimpan lama, maka kami hanya mengkonsumsi sayur paling lama seminggu setelah liburan. Selebihnya disambung dengan ikan asin dan mie instant.

Dulu orang-orang di kampung saya menganggap ikan asin sebagai makanan paling sederhana. Tampangnya yang kurang menarik serta rasanya yang tak selezat ikan segar membuat ikan asin hanya dijadikan pilihan terakhir, daripada gak ada. Maklum, image ikan asin sedikit melorot karena kebanyakan diambil dari sisa ikan segar yang tidak habis terjual, yang kemudian dikeringkan agar lebih awet. Belum ada freezer untuk memperpanjang usia ikan segar.

Seiring berjalannya waktu, ikan asin pun mengalami kenaikan kelas. Ikan asin dibuat bukan lagi karena terpaksa, namun lebih sebagai alternatif untuk menciptakan sensasi berbeda dalam mengkonsumsi ikan. Ada beberapa jenis ikan yang memang lebih nikmat disantap dalam keadaan kering dibanding ketika masih segar. Fyi, ikan kering adalah sebutan lain untuk ikan asin.

Ikan Asin Sunu - Gambar dari antaranews.com

Beberapa tahun lalu saya pernah 'terdampar' di sebuah pulau kecil di ujung Utara negeri ini. Namanya Pulau Tarakan, tempat kota kecil nan indah dengan nama yang sama, Tarakan. Pulau Tarakan dulunya masuk wilayah Kalimantan Timur, kemudian dimekarkan menjadi Kalimantan Utara, disingkat Kalut, kata teman saya hehe.. Jangan kasih tau kalo yang benar adalah Kaltara.

Saya terdampar di kota ini tepat sepuluh hari. Di hari ke-9, kami yang tergabung dalam tim pun sibuk berburu oleh-oleh. Besok pagi-pagi sekali kami harus sudah di Bandara untuk terbang ke Jakarta.

Berdasarkan info dari seorang sopir Angkot, kami pun menuju ke pasar tradisional untuk membeli ikan asin. Karena cerita sopir Angkot yang sangat meyakinkan, bahwa ikan asin Tarakan adalah ikan asin paling gurih nomor 1 di dunia dan jangan sampai menyesal karena belinya sedikit, maka saya pun memutuskan untuk membeli dalam jumlah buanyak (Pake 'u'). Karena tas saya sudah penuh dengan pakaian dan sudah dikemas rapih, saya kemudian membeli tas ransel guede, segede tas yang biasa buat mendaki gunung lalu saya penuhi dengan ikan asin. "Gendeng," kata teman saya :)

Apa yang terjadi saat tiba di Bogor? Alhamdulillah ikan asin laris diborong tetangga. Terang saja wong saya jualnya Rp 0,- hehe.. Dan testimoni mereka cuma dua kata, "Wenak tenaaan."

Pelabuhan Paotere Makassar - Gambar dari beritatrans.com
Beberapa waktu lalu saat pulang ke Makassar, lagi-lagi seorang teman memberikan saran agar saya membeli ikan asin khas Makassar sebagai buah tangan. Namanya ikan Kerapu, tetapi di Makassar lebih dikenal dengan nama ikan Sunu. Ikan kerapu terkenal lezat dan bergizi tinggi, bahkan sudah jadi komoditi ekspor. Tak heran ikan asin ini selalu diburu para pengunjung Kota Makassar untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Siang itu saya mengendarai sepeda motor dari Jl. Pettarani menuju Masjid Al-Markaz. Selepas shalat dzuhur saya kemudian mencicipi es pisang ijo di sebuah warung tenda di samping masjid. Setelah menghabiskan es pisang ijo, saya memacu sepeda motor ke arah Pelabuhan Paotere untuk berburu ikan asin sunu.

Untuk menghemat waktu, saya akhirnya beli ikan asin dari pedagang gerobakan di pinggir jalan, sekitar 300 meter sebelum memasuki area pelabuhan. Nah, saat sedang serius melakukan negosiasi bisnis dengan pedagang ikan, tiba-tiba sebuah minibus berhenti di depan gerobak tersebut. Tampak sekali mereka sedang terburu-buru setengah mati. Sang Sopir dengan tergesa-gesa turun dan langsung memesan beberapa kg ikan asin. Saya mempersilakan pedagangnya untuk melayani mereka terlebih dahulu. Dari atas mobil seorang ibu meneriaki, "Cepat, Pak! 45 menit lagi take off."

Wow! Demi ikan asin mereka rela bertaruh dengan waktu? Luar binasa. Saya jadi semakin yakin betapa hebat ikan asin ini.

Tibalah giliran saya. Setelah menentukan berapa kilo dan harga disepakati, si pedagang kemudian mengemas ikan asin dengan rapih. Agak santai dibanding saat melayani pembalap Michael Schumacher, eh  maksud saya pembeli yang sebelumnya.

Sebelum merapatkan lipatan kemasan, dia menaburkan bubuk kopi hitam pada lapisan kedua kemasan itu. "Agar bau ikan asinnya hilang," terangnya sebelum saya sempat bertanya.

Mhmm.. Sekarang saya tahu ternyata ikan asin pun suka minum kopi. #eh
6 comments

6 comments :

  1. sepertinya sedaap nih ikan asinnya kalo dimakan sama bubur manado kesukaan ane.. abis tu ngopi..
    mantaaab!
    salam sruput masbro :D

    ReplyDelete
  2. ikan asin, sambal sama nasi putih anget plus secangkir kopi :D sedap!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sambelnya sambel terasi, mhmm..
      Dan jangan lupa kopinya :)

      Delete
  3. Lagi kuliah tah di Bogor? kok malah engga ke Makassar aja? Bogor macetos sama angkot lho hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sy sudah terlanjur jatuh cinta sama Kota Bogor. Kuliah di Univ Kehidupan :)

      Delete