Tukar Nasib

Istilah 'tukar nasib' pastinya sudah tidak asing bagi pembaca, terutama bagi yang pernah nonton reality show bertajuk 'Tukar Nasib' yang ditayangkan di sebuah stasiun TV swasta.

Kali ini saya ingin membahas tentang 'tukar nasib' pada situasi dan momen tertentu. Namun tujuannya bukan untuk entertainment seperti pada program TV, melainkan refleksi atau semacam warning dalam menyikapi suatu situasi. Situasi yang saya maksud di sini adalah situasi saat kita mengalami konflik dengan orang lain akibat insiden yang melibatkan kita dengan orang tersebut.

Satu contoh yang sering terjadi dan dapat dipastikan berakibat konflik adalah kecelakaan lalu-lintas yang melibatkan dua pihak. Gak usah tabrakanlah, kendaraan saling bergesekan atau kena spion saja bisa menyulut emosi. Apa lagi kedua pihak diperankan oleh orang yang memiliki sumbu pendek alias gampang marah, wooo...jangan ditanya.

Nah, dalam situasi panas seperti itu, sangat penting bagi kita untuk keluar dari arena dan memposisikan diri sebagai penonton yang sedang menyaksikan adu mulut antara dua orang yang salah satunya tak lain adalah diri kita sendiri. Dengan demikian maka kita akan sadar betapa bodohnya diri kita yang terperangkap dalam konflik hanya karena urusan sepele.

Langkah berikutnya adalah melakukan ritual 'tukar nasib' dengan cara mengimajinasikan seolah-olah kita berubah posisi menjadi pihak lawan. Dengan demikian, kita akan mendapatkan berbagai alasan yang masuk akal hingga mengemudi seceroboh itu. Mungkin terburu-buru karena ada masalah darurat yang harus diselesaikan, atau alasan lainnya.

Kemudian hal terpenting yang harus dilakukan adalah memaklumi sikap ceroboh pihak lawan dalam mengemudi karena ternyata dia melakukan itu semata-mata karena terpaksa.
Kalau pun prasangka baik kita meleset, mungkin dia memang sengaja ugal-ugalan karena ego? Itu gak masalah, anggap saja uji kesabaran untuk mencapai tingkat ikhlas yang lebih tinggi.

Metode 'tukar nasib' ini sering saya lakukan ketika mengalami perbedaan pendapat atau bahkan konflik dengan orang lain. Dan saya membuktikan bahwa metode ini sangat efektif untuk mengontrol emosi sehingga dapat menyikapi suatu masalah dengan lebih bijaksana.

Sekali waktu saat mengendarai sepeda motor butut di jalan yang panas, tiba-tiba sebuah angkot mendahului saya kemudian banting setir ke kiri lalu ngerem mendadak dan berhenti tepat di depan saya. Saya pun kehilangan keseimbangan hingga terpaksa melakukan adegan terperosok ke bawah knalpot angkot tersebut. Maklum, rem sepeda motor butut tak lagi sepakem motor baru. Innalillahi. Rupanya angkot tersebut ngerem mendadak karena ada calon penumpang yang ingin naik. Daripada rezeki satu penumpang dipatuk angkot lainnya.

Reaksi spontan saya tentu saja marah dan sangat ingin menghakimi sopir angkot yang mengemudi seperti banteng gila tersebut. Namun setelah saya berfikir tentang diri si sopir angkot, sayapun batal menghajarnya.

Saya membayangkan betapa berat beban seorang sopir angkot yang harus bersaing dengan sejuta angkot lainnya, bensin yang diirit-irit sedemikian rupa malah habis buat ngegas di jalan yang macet. Di saat setoran belum dapat malah kena pungli, belum lagi kena tilang karena cara mengemudi yang ngawur. Bagimanapun, kondisi negeri ini memang belum mau mensejahterakan rakyatnya sehingga membuat banyak orang tetpaksa ngawur dalam mencari nafkah. Nah, imajimasi inilah yang membuat saya mampu memaafkan sang sopir angkot tersebut.

Salam,
@Sultan
2 comments

2 comments :

  1. Banyak keuntungan yang kita peroleh dari tukar nasib

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insha Allah...semoga bermanfaat

      Delete